MENURUT Imam Al-Khathib Asy-Syarbini Asy-Syafi’i –rahimahullah- (w. 977 H) mengutip pendapat Imam As-Subki, bahwa penyelenggaraan walimah ‘urus (pesta pernikahan) itu yang paling afdhal setelah terjadinya dhukul (hubungan antara kedua mempelai), bukan berbarengan dengan akad nikah.
Walaupun seandainya diselenggarakan berbarengan dengan akad nikah, juga merupakan suatu perkara yang boleh.
Beliau –rahimahullah- menyatakan:
واستنبط السُّبْكِيّ من كَلَام الْبَغَوِيّ أَن وَقتهَا موسع من حِين العقد فَيدْخل وَقتهَا بِهِ وَالْأَفْضَل فعلهَا بعد الدُّخُول لِأَنَّهُ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لم يولم على نِسَائِهِ إِلَّا بعد الدُّخُول
Dari pernyataan Al-Baghawi, Imam As-Subki menetapkan sebuah hukum, sesunggunya waktu (penyelenggaraan) walimah ‘urus (pesta pernikahan) bersifat longgar, yang dimulai dari semenjak akad (nikah). Maka Waktunya mulai masuk dengan adanya hal tersebut (akad nikah). Yang paling utama, pelaksanaannya dilakukan setelah terjadinya dukhul (hubungan). Karena sesungguhnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak menyelenggarakan walimah ‘urus terhadap istrinya-istrinya kecuali setelah dukhul.” [Al-Iqna’ fi Halli Alfadzi Abi Syuja’ : 2/427 cetakan Darul Fikr – Beirut].
Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kita yang menyelenggarakan walimah ‘urus beberapa waktu setelah terjadinya akad nikah, bukan perkara yang salah, bahkan merupakan perkara yang lebih afdhal. Karena selang waktu tersebut, sangat mungkin sudah terjadi dukhul di antara kedua mempelai. Wallahu a’lam.
Facebook: Abdullah Al-Jirani