Seperti yang kita ketahui bahwa pada zaman jahiliyah kedudukan wanita itu sangat hina. Setiap keluarga yang melahirkan bayi perempuan akan merasa malu dan segera menguburnya hidup-hidup.
Diriwayatkan, seorang lelaki sahabat Rasulullah SAW nampak susah di hadapan beliau. Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Mengapa engkau bersedih?”
Orang itu menjawab, “Ya Rasulullah, saya telah berbuat dosa di zaman jahiliyah, apakah Allah akan mengampuni jika saya masuk Islam?”
Baginda berkata, “Ceritakanlah kepada saya tentang hal itu.”
BACA JUGA: Bolehkah Perempuan Istihadhah Melakukan Watha’?
Orang itu berkata, “Ya Rasulullah, saya termasuk antara orang-orang yang membunuh anak-anak perempuan. Tatkala saya mendapat anak perempuan, isteri saya memohon agar membiarkannya. Saya pun membiarkannya sampai besar dan menjadi wanita yang paling cantik. Orang-orang meminangnya.
“Timbul rasa bangga dalam diriku dan hatiku tidak mengizinkan untuk menikahkannya dan membiarkannya di rumah tanpa nikah.
“Saya berkata kepada istri saya bahwa saya ingin pergi ke suku lain untuk mengunjungi para kerabat dan ingin membawa putri kami. Istri saya gembira mendengar hal itu dan menghiasinya dengan baju indah dan perhiasan. Ia minta agar saya berjanji untuk tidak mengkhianatinya.
“Saya pergi bersamanya menuju tepi sebuah sumur. Kemudian saya memandang ke dalam sumur itu. Anak perempuan itu mengerti, saya akan melemparkannya ke dalam sumur. Ia pun memelukku dan mulai menangis seraya berkata, “Wahai ayahku, apakah yang akan engkau lsayakan terhadapku?”
Saya terus memandang ke dalam sumur dan memandangnya pula hingga syaitan mengalahkan saya, lalu ku pegang dia dan ku campakkan ke dalam sumur kemudian ia berteriak di dalam sumur, “Wahai ayah, engkau telah membunuhku!”
BACA JUGA: Peramal yang Diusir Rasulullah
Saya menunggu sampai suaranya hilang, kemudian pulang.
Mendengar itu menangislah Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Lalu Rasulullah berkata, “Seandainya saya disuruh menghukum seseorang lantaran perbuatan yang dilakukan pada zaman jahiliyah, pasti saya menghukummu.” []
Sumber: gitayuni/hikmatun