Beberapa tahun belakangan ini, pemandangan Muslimah atau wanita berjilbab menyetir mobil, sudah hampir teramat biasa kita jumpai di jalan. Wanita menyetir mobil, sebenarnya sudah ada sejak mungkin 30 tahun yang lalu. Namun, lima tahun ini, wanita berhijab ataupun muslimah atau ummahat pun banyak kita dapati.
Di Barat, tentu saja ini sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Bahkan di sana, menyetir pun bisa dikatakan sudah menjadi bagian dari kehidupan dari wanita itu sendiri. Maklum, Barat menganut prinsip kemandirian yang tinggi untuk wanita.
Di Arab Saudi, wanita baru benar-benar dibolehkan menyetir mobil hanya dalam waktu beberapa tahun belakangan ini saja. Sebelumnya, pemerintah Saudi secara resmi melarang wanita mengendarai mobil. Namun, tentu saja, dalam kurun itu, tidak berarti tidak ada wanita yang bisa mengendarai mobil di negara petrodollar tersebut. Hanya tersembunyi saja, tidak dilakukan secara terang-terangan.
Faktor berbeda
Di Indonesia, fenomena wanita atau dalam hal ini Muslimah atau wanita berjilbab menyetir mobil, menyeruak seiring dengan membanjirnya produksi kendaraan roda empat, dan tentu saja media sosial. Ya, media sosial tampaknya juga cukup berperan menampilkan wanita-wanita yang kemudian berani mengendarai mobil. Motifnya, bisa jadi juga karena salah satunya faktor lingkungan pergaulan. Sosialita, demikian sebutan pada salah satu kelompok ini.
Dari sekian banyaknya, tentu saja, ada saja muslimah atau wanita berjilbab yang mempunyai alasan berbeda mengapa mereka mengendarai roda empat sekarang ini. Tatin Robiatin Hasanah, seorang guru muda di sebuah kota kecil di Jawa Barat, mengatakan bahwa ia mengendarai mobil dikarenakan sekarang ini, hal tersebut menjadi kebutuhannya. “Suami saya bekerja di Jakarta dari Senin-Jumat. Saat week-end, kadang ia harus keluar kota, sehingga ia tidak bisa mengantar saya dalam aktivitas saya sehar-hari,” terang Tatin kepada Islampos.
Untuk Keluarga
Tatin mengaku ia tidak begitu peduli dengan alasan wanita lain yang mengendarai mobil. “Yang pasti, berbeda ya. Saya tidak mau punya driver, yang nanti mengantar saya dan putri saya ke sekolah atau ke tempat-tempat lain,” ujar Tatin lagi. “Ketika anak saya sakit, atau ada kegiatan, sementara suami saya tidak di rumah, tidak mungkin saya mengandalkan orang lain untuk membawa saya ke rumah sakit, atau tempat-tempat lainnya.”
Menurut Tatin, jika bisa memilih, ia lebih suka ia diantar oleh suaminya, sehingga ia tidak harus menyetir. “Namun, kondisi-nya kan berbeda. Kalau suami saya bekerja di satu kota dengan saya, mungkin bisa jadi opsi. Tapi kan tidak begitu. Saya punya teman, ia dan suaminya sama-sama bisa menyetir, tapi tetap saja, teman saya itu menyetir mobil. Jadi di situ berbeda kebutuhannya,” terang guru Bahasa Inggris di sebuah SMA ternama di kotanya itu.
Izin Suami
Ketika memutuskan mengendarai mobil, Tatin menyebut bahwa ia tentu saja meminta izin suaminya terlebih dahulu. “Itu penting, bahwa dalam keluarga kami, bukan soal siapa yang lebih dominan, namun karena kebutuhannya memang seperti ini.”
Pun demikian, Tatin mengaku, ia tidak sampai mencari di internet bagaimana hukumnya wanita mengendarai mobil atau kemudian jadi bertanya pada ustadz atau orang yang mengerti agama. “Ini kan satu hal yang menjadi tatakan kehidupan sehari-hari. Saya merasa tidak perlu bertanya soal itu. Tapi saya menghormati jika ada perempuan yang ingin melakukan sesuatu dalam kehidupan sosial, dan kemudian bertanya pada ustadz atau orang yang mengerti agama,” pungkasnya. []