Oleh: Kivlein Muhammad
syafruddinramly@yahoo.com.au
PENGUASA Tikrit Kala itu: Najmuddin Ayyub, adalah diantara sekian penguasa yang terlambat menikah demi cita-cita agung keummatan.
Mendapati Najmuddin yang terlambat menikah, saudaranya Asad ad-Dīn Shīrkūh yang menjabat sebagai panglima militernya kala itu bertanya, “Mengapa kamu belum menikah-nikah juga?”
Najmuddin menjawab, “Belum ada wanita yang tepat buatku.”
Asad mengusulkan, “Saya pinangkan seorang wanita untukmu ya?”
“Kamu akan melamarkan siapa untukku?” tanya penguasa Tikrit itu.
“Saya akan melamarkan tuan putri Raja Syah Putri Sultan Muhammad cucunya raja Syah Sultan Saljuq, atau saya akan melamarkan salah seorang putri dari menteri raja.”
Najmuddin menolak, “Mereka-mereka itu tidak cocok untukku.”
Asad keherananan dan menyoal, “Wanita seperti apa yang kau inginkan?”
Najmuddin menjawab, “Saya mendambakan wanita solehah, membimbingku menuju surga, dan melahirkan putra yang dididik dengan baik sampai dewasa dan menjadi kesatria berkuda, yang selanjutnya akan merebut Baitul Maqdis untuk dikembalikan ke dalam pangkuan umat Islam.”
Wanita seperti itu yang menjadi dambaan lelaki nomer 1 wilayah Tikrit itu.
Asad seperti tidak senang dengan ocehan Najmuddin yang menurutnya terlalu muluk-muluk, baginya impian seperti itu hanyalah bagai mimpi di siang bolong, “Akan kita cari di mana wanita wanita seperti itu?
Najmuddin menjawab, “Jika kita ikhlas mencarinya semata-semata karena Allah, Allah akan menganugerahkannya”.
***
Suatu hari, Najmuddin mendatangi seorang syaikh di masjid Tikrit untuk membicarakan berbagai hal. Lalu datang seorang gadis dan memangil syaikh tersebut dari belakang tabir, sang gadis adalah muridnya. Syaikh pun minta izin sejenak untuk berbicara kepada muridnya yang baru saja memangilnya.
Sayup-sayup, Najmuddin mendengar dialog antara syaikh dengan muridnya:
Syaikh: “Kenapa ananda menolak lamaran pemuda yang saya utus ke keluargamu kemarin itu?”
Gadis: “Syaikh, Maaf kan saya. Dia memang lelaki baik, tampan dan terpandang. Tetapi lelaki model itu tidak cocok untukku, maafkan ananda”.
Syaikh: “Ananda maunya yang bagaimana?”
Gadis: “Tuanku, saya mendambakan seorang pemuda yang akan membimbing saya menuju surga, yang darinya saya akan melahirkan seorang Putra Kesatria yang akan merebut Baitul Maqdis dan mengembalikannya ke pangkuan ummat Islam”.
Allahu Akbar!
Persis seperti kata-kata Najmuddin saat berdialog dengan saudara yang juga panglima perangnya beberapa waktu yang lalu, saat dia menolak untuk dilamarkan seorang putri raja atau putri menteri raja nan cantik, terhormat, terpandang dan berpunya.
Si gadis menolak hal yang sama demi mendambakan hal yang sama dengan Najmuddin, yaitu pendamping hidup yang akan membimbingnya menuju sorga, dan akan melahirkan seorang pemuda kesatria pembebas Masjidil Aqsa dari tangan salibis-salibis palangis durjana.
Lalu Najmuddin bangkit dan memanggilkan Syaikh dan berkata, “Tuanku, saya ingin menikahi gadis itu.”
Sang Syaikh terkejut, “Wanita itu hanya gadis biasa dari keluarga-keluarga sederhana di kampung ini.”
Najmuddin bersikeras, “Iya, saya ingin menikahinya, gadis seperti ini yang saya cari dan saya dambakan selama ini.”
Pernikahanpun dilangsungkan dengan first lady khatun calon bunda kesatria pembebas Al-Aqsa. Terbukti, jika niat sudah teguh dan utuh hanya untuk Allah, sang penguasa langit dan bumi senantiasa menganugerahi kebaikan yang dicita-citakan dan didambakan. Keringat cinta penguasa Tikrit dan First Lady Solehah itupun membuahkan seorang kesatria tangguh pembebas Al-Aqsa bernama Shalahuddin Al-Ayyubi.
Inilah kandungan sejarah kita, dan ini harus kita ajarkan kepada anak-anak kita. []