“Wanita itu aurat, ketika ia keluar, setan akan memperindahnya” (HR. At Tirmidzi).
DEWASA ini banyak kegiatan yang menyebabkan pelakunya pulang malam atau keluar pada malam hari. Bekerja, kuliah, bisnis atau kegiatan lainnya, terkadang harus dilakukan pada waktu menjelang senja. Kegiatan tersebut tidak terkecuali dilakukan juga oleh kaum hawa. Menyoal istri yang sering pulang malam, bagaimanakah pandangan Islam mengenai hal ini? Berikut penjelasannya.
Allah berfirman dalam Al-Quran: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliyah dahulu, dan janganlah kalian bertabarruj sebagaimana tabarrujnya wanita jahiliyah terdahulu…” (Al-Ahzab : 33).
BACA JUGA: 10 Tokoh Wanita di Kerajaan Islam Sepanjang Sejarah
Ayat Al-Quran dalam surat Al-Ahzab tersebut dimaksudkan sebagai sebuah seruan kepada para wanita, agar menetap di rumah, menahan diri agar tidak keluar kecuali untuk suatu kepentingan. Perintah ini secara khusus ditujukan kepada isteri-isteri Rasullulah, dan secara umum berlaku bagi Muslimah dewasa ini.
Ada pengecualian dalam penjelasan ayat tersebut, yakni kecuali ada keperluan yang harus segera ditunaikan. Hal ini berarti Islam membolehkan dalam tanda kutip, hanya untuk keperluan yang syar’i dan tidak menjurus ke arah maksiat, sebagai sebuah pemeliharaan dan penjagaan bagi kaum muslimah.
Ketika seorang Muslimah atau para Isteri berkehendak untuk keluar rumah pada waktu malam, ataupun ada keperluan yang akan menyita waktu hingga malam hari. Ada adab-adab yang harus diperhatikan dalam hal ini.
1. Izin
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:
“Tidak halal bagi perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk keluar selama tiga hari ke atas, melainkan bersama-sama dengan bapaknya atau saudara kandung lelakinya atau suaminya atau anak lelakinya atau mana-mana mahramnya.” (di dalam riwayat lain, dinyatakan satu hari satu malam, dan dua hari dua malam) hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Dalam hadits di atas, ada ketentuan berapa lama seorang istri akan meninggalkan rumahnya. Ketika lebih dari satu hari, maka wajib baginya untuk didampingi oleh mahram-mahramnya. Bagaimana jika mahram berhalangan untuk mendampingi? Dapatkah seorang Istri meminta izin dari mahramnya?
Menurut Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa, menyebutkan bahwa dalam hal meminta izin ini ada dua hal. Yakni bagi wanita yang telah menikah, maka izin yang dimaksud adalah izin dari suami, sedangkan bagi wanita yang belum menikah, izinnya adalah izin dari orang tuanya.
Untuk meminta izin, ada izin umum dan ada izin khusus. Izin umum adalah meminta izin keluar rumah untuk keperluan yang memang dianggap keperluan rutin, seperti belanja, sekolah dan lain lainnya. Hal ini tidak perlu setiap kali keluar meminta izin tapi cukuplah sekali minta izin, sedang untuk meminta izin untuk keperluan yang jarang-jarang seperti silaturrahim, menjenguk orang sakit atau hal-hal lainnya yang akan menyita waktu lebih lama, maka perlu meminta izin dahulu setiap akan pergi untuk keperluan tersebut.
2. Kemudian tidak Bertabarruj dan menutup Aurat
“Dan janganlah kalian bertabarruj sebagaimana tabarruj-nya wanita jahiliyah terdahulu…” (Al-Ahzab : 33).
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanitanya kaum mukminin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih mudah bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) sehingga mereka tidak diganggu…” (Al-Ahzab: 59).
BACA JUGA: Wanita Kuat yang Diberi Gelar Sebuah Kapal oleh Rasulullah
Wanita adalah aurat. Wanita adalah perhiasan dunia, sumber syahwat bagi pria yang memandangnya. Alangkah baiknya jika perhiasan itu kita jaga sebaik-baiknya, tidak bertabarruj atau bertindak seperti wanita jahilliyah dan tidak bersolek yang mengundang decak kagum serta munculnya syahwat dari tatapan-tatapn liar yang memandang. Pakailah pakaian yang tidak melahirkan fitnah.
3. Keperluan yang syar’i
“Allah telah mengizinkan bagi kalian (para wanita) untuk keluar memenuhi kebutuhan kalian.” hadits riwayat Bukhari.
Hadits tersebut mensyaratkan adanya keperluan yang syar’i. Dibolehkan bagi para hawa dan para istri untuk keluar dari rumah ketika ada kebutuhan yang tidak bisa digantikan oleh orang lain, selama ia tetap berpegang dengan adab-adab syar’iyyah.
Jika anjuran diatas itu tidak dapat dipenuhi, maka seseorang Muslimah lebih baik menetap di rumah. menghindari diri dari fitnah dan dosa. Wallahualam Bisshawab. []