KELUARGA besar adat Melayu Tempatan 16 Kampung Tua Pasir Panjang, Rempang Cate, Batam, Kepulauan Riau kukuh tetap menyatakan menolak relokasi demi Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco City,
Hal itu disampaikan meski pemerintah akhirnya memutuskan relokasi tetap di Pulau Rempang, bukan Pulau Galang.
Perwakilan keluarga besar kampung adat Melayu menuturkan tak mau digeser sedikit pun dari tanah kelahiran nenek moyang mereka.
“Kami menolak dengan tegas sejengkal pergeseran, perpindahan, relokasi atau penggusuran atau pengosongan dari tanah tumpah darah nenek leluhur kami,” kata salah satu warga perwakilan dalam sebuah video yang diunggah oleh YLBHI, Senin (25/9).
“Apapun bentuknya, apapun terminologinya tanpa syarat,” imbuhnya.
BACA JUGA:Â Hukum Wanita Berkarir dalam Islam
“[Suara warga] itu disampaikan pada saat kunjungan sosialiasi kepala BP Batam dan Kapolresta Barelang 22 September 2023,” ujar Staf Advokasi dan Jaringan YLBHI Ahmad Fauzi dikutip dari CNNIndonesia.com, Selasa (26/9).
Dalam rekaman video itu terdengar bahwa warga mengaku mendukung program pembangunan pemerintah serta investasi berkelanjutan dan berkeadilan untuk memajukan negara kesatuan RI, khususnya kampung Pulau Rempang dan Galang.
Namun, menurutnya, pemerintah, DPR, dan Komnas HAM tidak boleh tergesa gesa. Warga berpendapat perlu adanya peninjauan dan pengkajian kembali rencana lokasi PSN Rempang Eco City.
Status 16 Kampung Melayu Tua
Warga pun mendesak Presiden Jokowi, jajaran Komnas HAM, gubernur Kepri, DPR, Mahkamah Agung untuk segera memberikan kepastian hukum dengan memberikan sertifikat hak milik tanah untuk warga Melayu.
“Ada 16 kampung tua, [sertifikat itu] untuk melindungi hak hak kami sebagai warga negara Indonesia dan sebagai pengakuan negara atas keberadaan kami berpijak di atas bumi kedaulatan NKRI yang sejak proklamasi kemerdekaan 1945 belum kami dapatkan,” ujar warga dalam video itu.
Warga juga mendesak presiden dan jajaran Direktorat Perlindungan Cagar Budaya Kemendikbud, dan Badan Riset dan Inovasi Nasional, Mahkamah Agung untuk segera mendata di lapangan, menetapkan, menerbitkan legalitas pengakuan atau perlindungan sejarah cagar budaya nusantara terhadap 16 Kampung Tua Melayu Rempang Galang.
Selain itu, warga mendesak Presiden Jokowi dan jajaran Komnas HAM, DPR, gubernur Kepri dan calon investor untuk segera pendataan perhitungan dan pembayaran ganti untung untuk tanah tanah garapan, kebun-kebun, dan usaha masyarakat.
“Dan pendapat saudara saudara kami, jika terdampak pembangunan pemerintah dengan asas musyawarah mufakat dan keadilan,” lanjutnya.
Lebih lanjut, warga Rempang di dalam rekaman video yang diunggah YLBHI itu juga mendesak pemerintah untuk segera membubarkan tim terpadu BP Batam. Menurutnya, aparat di lapangan juga harus ditarik mundur.
“Kami mendesak aparat di lapangan agar segera pulang ke pangkalan masing masing karena meninggalkan trauma mendalam keluarga, orang tua dan anak kami,” ujarnya.
Kemudian, warga juga mendesak Jokowi dan jajarannya untuk segera membebaskan puluhan warga yang ditahan karena menolak relokasi.
“Kami mendesak presiden Jokowi dan jajaran untuk segera membebaskan saudara saudara kami, pahlawan-pahlawan kami yang ditahan,” ujarnya.
“Selain itu, kami menolak iming iming dalam bentuk apapun yang ditawarkan tim terpadu BP Batam di lapangan,” lanjutnya.
Mengutip dari laman tribratanews.kepri.go.id, dialog tersebut terjadi di Masjid Al-Amin Pasir Panjang, Rempang Cate, Kamis (21/9).
Hadir dalam kegiatan itu adalah Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri N, Kepala BP Batam M Rudi, dan Forkopimda Kota Batam.
Sebagai informasi, ribuan warga Rempang saat ini terancam harus meninggalkan tempat tinggalnya karena akan ada pembangunan PSN Eco-city.
Proyek yang dikerjakan PT Makmur Elok Graha (MEG) itu akan menggunakan lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luasan Pulau Rempang 16.500 hektare untuk proyek tersebut.
Ribuan warga itu tak terima harus angkat kaki dari tanah yang sudah ditinggalinya jauh sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Mereka gigih mempertahankan tempat tinggalnya, meski aparat TNI-Polri dikerahkan agar warga Rempang setuju direlokasi.
BACA JUGA:Â Ikut Atasi Kekeringan, Santri di Bogor Salurkan Air Bersih untuk Warga Sekitar
Bentrok tak terelakkan. Pada 7 dan 11 September 2023, bentrokan sempat pecah.
Polisi menyemprotkan gas air mata hingga anak-anak dilarikan ke rumah sakit. Hingga saat ini, 43 orang yang menolak relokasi ditangkap dengan dituduh provokator.
Terbaru, pemerintah lewat Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan membatalkan rencana relokasi warga Pulau Rempang ke Pulau Galang. Ia menegaskan warga hanya akan digeser ke wilayah lain yang masih berada di kawasan Pulau Rempang.
Hal ini ia sampaikan setelah mendapat arahan dari Presiden Jokowi terkait penanganan masalah kericuhan di Rempang, serta mendengar sejumlah permintaan para tokoh masyarakat di sana.
“Dari semua yang mereka minta, saya dengarkan dan saya merenungkan. Dan atas arahan tim, kemudian kita memutuskan. Yang pertama, relokasi ke [Pulau] Galang kita tiadakan. Artinya kita menyetujui aspirasi dari masyarakat,” ucap Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian Investasi, Jakarta Selatan, Senin (25/9). []
SUMBER: CNN