Oleh: Nurina Purnama Sari S.ST
Ibu Rumah Tangga, aktivis posyandu, tinggal di Sawangan Depok
“Hilangkan anggapan bahwa anak-anak itu beban. Anak-anak kita tidak numpang hidup pada kita. Numpang? berarti Anda yang sombong. Bayi lahir sudah membawa rezekinya sendiri, yang dititipkan lewat diri orang tuanya. Yang menjadi masalah adalah kita belum “percaya” pada Allah sebagai Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rizki). Anak shalih yang bisa mendoakan orang tuanya, itu aset. Ketika kita meninggal, maka yang paling berhak menshalatkan kita adalah anak kita, bukan orang lain. Shalat jenazah itu isinya doa semua. Anda bayangkan saja, jika dishalatkan oleh anak-anak Anda yang shalih, berapa ribu ampunan yang akan Anda terima ketika tubuh Anda sudah terbujur kaku dan tak mampu lagi bangkit untuk beramal?” kata ustadz Budi Ashari dalam salah satu kajian orang tua rutin kuttab yang kami ikuti.
Bukti cinta orang tua sepanjang jalan salah satunya memikirkan masa depan anak-anak mereka. Tak ada orang tua yang ingin anak-anak kelak hidup dalam kesulitan. Tapi pernah tidak terpikir, jikalau kita berpulang ke kampung akhirat karena undangan ajal, akan ke mana anak-anak kita berlari? Di saat peraduan mereka sudah mendahului? Jika yang kita tinggalkan berupa harta warisan, sampai berapa lama kira-kira warisan itu akan bertahan?
Bukan berarti tidak boleh mewariskan mereka berupa emas permata, atau tabungan misalnya. Hanya saja meninggalkan harta kepada anak-anak yang lemah imannya, yang dangkal pemikirannya dalam memandang kehidupan, maka tak berapa lama harta itu akan habis.
BACA JUGA: Ketahuilah, 3 Hal Ini Mengantarkan Seseorang Jadi Orang yang Pertama Masuk Surga
Hisyam bin Abdul Malik dan Umar Bin Abdul Aziz sama-sama memiliki 11 anak, laki-laki dan perempuan. Hisyam bin Abdul Malik (Salah satu Khalifah di masa Umayyah) meninggalkan jatah warisan bagi anak-anak laki masing-masing mendapatkan 1 juta Dinar. 1 juta dinar (hari ini sekitar Rp 2.220.000.000.000,-) ternyata tak bisa sekadar untuk berkecukupan, bahkan menuju kefakiran. Dengan peninggalan harta melimpah itu ternyata tidak membawa kebaikan. Semua anak-anak Hisyam sepeninggalnya hidup dalam keadaan miskin.
Berbeda dengan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang hanya mewariskan setengah dinar bagi anak-anak lelakinya (yang jika dirupiahkan hanya sekitar Rp.1.100.000) dan seperempat dinar untuk anak perempuan. Di masa kapitalisme sekarang ini di mana harga bahan-bahan pokok melambung tinggi, jumlah uang segitu dalam hitungan beberapa hari akan menguap tak berbekas. Nyatanya, anak-anak Umar bin Abdul Aziz tanpa terkecuali hidup dalam keadaan berkecukupan bahkan kaya. Salah seorang di antara mereka berinfaq fi sabilillah untuk menyiapkan kuda dan perbekalan bagi 100.000 pasukan penunggang kuda.
Umar bin Abdul Aziz seorang Khalifah yang sukses memakmurkan rakyatnya sampai tak seorang pun rakyatnya yang mau menerima pembagian zakat. Tentu dia juga berhak untuk memakmurkan keluarganya. Minimal sama, atau bahkan ia punya hak lebih sebagai pemimpin mereka.
Tetapi ternyata ia tidak meninggalkan banyak harta. Tak ada tabungan yang cukup. Tak ada usaha yang mapan. Apalagi asuransi seperti zaman sekarang.Tapi tidak ada sedikit pun kekhawatiran. Tidak tersirat secuil pun rasa takut. Karena warisan itu sudah ia tinggalkan berupa keshalihan anak-anak hasil didikannya.
BACA JUGA: Jangan Ragu Ajak Anak Bermain di Luar Ruangan, Ini Alasannya
Dengan keshalihan orang tuanya, mereka dijaga dan dengan keshalihan anak-anaknya, mereka akan diurusi, dijaga dan ditolong Allah.
Hikmah dari potongan kisah tersebut, semacam kode keras bagi orang tua. Jadi jika detik ini kita masih percaya anak-anak kita bisa shalih karena sudah di sekolahkan di lembaga pendidikan islami, sementara orang tuanya tak mau mengukur diri dan berikhtiar untuk menjadi shalih pula, mengabaikan Al-Qur’an sebagai panduan kehidupan dan menganggapnya hanya sebagai kitab suci yang cukup di pandang dan dilisankan namun enggan untuk mengamalkan, niscaya kesia-siaan yang kita dapatkan.
Pun ketika kita tak mampu menjaga militansi untuk memperjuangkan Islam, namun berharap banyak anak kita menjadi pembela agama. Mungkin semacam mimpi untuk memeluk bulan.[]
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.