SEBURUK-buruk keadaan ialah azab yang datangnya dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka perhatikanlah selalu aktivitas kita dalam kehidupan ini.
Sebagian besar kita seringkali dipersulit oleh tipu daya, yang dengannya menghilangkan kesadaran tentang yang semestinya dikerjakan dan yang seharusnya ditinggalkan. Jika saja setiap kita kembali pada tuntunan, maka bisa dipastikan tidak ada hal-hal yang sebagaimana sekarang.
Betapa kemaksiatan seperti rutinitas, perbuatan tidak pantas menebar berserakan. Anak membunuh ibunya, ibu menggugurkan janinnya. Kemaksiatan, perzinahan di mana-mana. Sungguh, pertanda hari akhir semakin terasa dekatnya. Sebab perilaku manusia telah hilang dari fitrah semestinya.
Dunia ibarat kebun, yang setiap manusia diberikan kesempatan yang sama untuk mengelolanya. Ingin memilih menanaminya dengan tanaman yang baik, memenuhinya dengan amal kebaikan, atau menjadikannya ladang bagi keburukan dan kemaksiatan. Semua mutlak pilihan.
Hanya saja yang perlu setiap kita perhatikan, bahwa pada setiap ladang itu akan dilihat, ditimbang, dinilai dan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Sang Pemilik sejati ingin melihat, siapa-siapa yang berhasil memanfaatkan lahannya untuk menenami kebaikan, maka dipersilahkan kepadanya untuk memetiknya. Bagi yang memenuhinya dengan keburukan dan kemaksiatan, maka ia pun diberikan kesempatan untuk memetiknya. Keduanya akan sama-sama merasakan apa yang telah ditanamnya di dunia, lewat surga dan neraka.
Meski azab dan siksa sewajarnya ada setelah berakhirnya kehidupan manusia, tetapi tersebab besarnya dosa, Allah pun membuka pintu azab yang bisa saja disegerakan di dunia. Naudzubillah, sungguh betapa azab Allah teramat pedihnya.
1) Tamak di dunia. Tidak jarang manusia yang terlalu sibuk pada dunianya. Pikirannya melulu soal harta dan tahtanya. Habis waktu, tenaga dan hidupnya hanya untuk tujuan sesaatnya. Hampir tidak pernah ia memikirkan masa depan sejatinya. Akhirat sungguh jauh dari upayanya untuk menyiapkan diri. Bila tentang dunia ia tanpa jeda berusaha. Tapi bila untuk Rabbnya, sungguh berhitung luar biasa. Jika untuk yang Maha Menciptakan saja kita enggan mendahulukan, maka Allah pun dapat dengan mudahnya mengabaikan.
Sebagaimana sebuah peringatan yang jelas tertuang dalam sebuah hadist riwayat Imam Tirmidzi, “Barangsiapa menjadikan akhirat sebagai orientasi hidupnya, maka Allah akan jadikan kekayaan ada dalam hatinya, Allah himpun kekuatannya, dan dunia akan menghampirinya, sedang ia tidak menginginkannya, dan (sebaliknya) barangsiapa menjadikan dunia sebagai cita-citanya, Allah jadikan kefakiran ada di depan matanya, Allah cerai beraikan urusannya dan dunia tidak menghampirinya kecuali apa yang sudah Allah takdirkan untuknya.
2) Dzalim dan durhaka pada kedua orang tua. Dua orang yang teramat mulianya di sisi Allah ini bisa menjadi dua perkara bagi seorang manusia, pahala atau dosa, surga atau neraka. Salah satu keistimewaannya ialah bahwa ridha Allah terletak pada keduanya, begitu pula murka Allah yang terletak pada murka keduanya. Sebagai seorang anak yang lahir dari perjuangan tak terkira seorang ibu, sewajibnya kita senantiasa menjaga perilaku baik terhadapnya. Sudah seharusnya kita senantiasa menjaga tutur kata dan perbuatan agar tidak sedikit pun berbekas luka di hati keduanya. Hindari berbuat dzalim pada ibu dan ayah kita.
Betapa Allah dan Rasulnya saja memuliakannya, lantas itulah mengapa Allah mengancam anak-anak yang durhaka pada kedua orang tuanya dengan ancaman yang tidak biasa. Berkata “ah” saja dilarang oleh baginda Rasulullah, apalagi yang jauh lebih buruk dari itu.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Hakim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan, “Ada dua pintu (amalan) yang disegerakan balasannya di dunia; kedzoliman dan durhaka (pada orang tua).”
3) Memutus silaturahim. Hubungan antar sesama manusia tidak kalah penting dengan hubungan seorang manusia dengan Rabbnya. Tersebab itulah, perintah untuk menyambung silaturahim berkali-kali di ulang dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Rasulullah.
Dalam sebuah hadist Rasulullah mengingatkan, “Tidaklah sebuah dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya di dunia dan juga disimpan di akhirat dibandingkan dosa memutuskan silaturrahim, khianat, dan juga berdusta, dan sesungguhnya amalan ketaatan yang paling disegerakan pahalanya adalah menyambung silaturrahim, sesungguhnya dengan silaturrahim keluarga akan bahagia, harta akan melimpah dan jumlah keluarga akan bertambah, jika mereka saling menyambung tali silaturrahim.” []