SEKITAR tahun 2012-an, awal-awal saya punya Blackberry dan jadi keranjingan medsos plus BBM-an tentunya, saya mudah sekali menyebarkan broadcast message kepada orang lain.
Suatu ketika, seorang teman seorganisasi di kampus membalas BC saya dengan BC lainnya yang isinya berhubungan dengan undang-undang IT. Di mana isinya kurang lebih tentang ancaman; kalau kita menjadi pembuat termasuk penyebar berita-berita yang ternyata tidak benar, hoax dan sejenisnya, maka perkara yang sering kali dianggap sepele tersebut, bisa berbuntut sanksi pidana.
Tentu masih jelas dalam ingatan—sebagian—kita, tentang kasus Ibu Prita yang mengirim email berisi keluhannya pada RS. OMNI yang akhirnya malah memosisikan beliau sebagai seorang pesakitan alias tertuntut.
Belakangan ini, saya lihat berseliweran berita yang saya duga sih virus yaa … misalnya tentang artis X yang katanya adalah bapak biologisnya anak dari penyanyi Q. Weleh-weleh, jangan sampai gegara ketidaktahuan kita, lalu ikut menyebarkan berita-berita nggak jelas kayak gini, kita jadi dituntut atas dasar pencemaran nama baik nih, Guys!
Bagi yang beragama Islam apalagi. Harusnya lebih berhati-hati. Karena dalam Al-Qur’an juga diingatkan tentang pentingnya mengecek kebenaran suatu berita.
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’ : 36)
Jangan gampang bereaksi—apalagi secara berlebihan, ketika membaca sebuah berita. Baru baca judul yang rada heboh atau tendensius dikit aja, langsung SHARE! Padahal belum tentu ISI dari tulisan tersebut sama persis dengan judulnya.
Saya juga pernah nih jadi pelakunya, dan sukses mempermalukan diri sendiri. Ada berita dengan judul membahas seseorang di Indonesia, wahhh, udah erosi jiwah saya. Share aja dulu yang penting mah, biar banyak yang tahu pokoknya. Ehhh, kucluk-kucluk ada teman komen yang membahas tentang ISI dari berita yang saya share tadi. Barulah saya baca isinya dari awal sampai habis, jreng-jreng … rupanya apa yang di judul sama yang dibahas di isi, BEDA banget! Judulnya mau bahas si A, eh mostly isinya malah bahas tokoh si B—yang justru bertentangan dengan si A.
Sejak saat itu, saya jadi hati-hatiiiiiiii sekali sebelum ikut menyebarkan sebuah berita, baik secara lisan maupun tulisan. Itu mengapa ketika saya merasa tidak cukup punya info yang valid tentang sesuatu, saya lebih milih jawab NGGAK TAHU, ketimbang sotoy. Apalagi kalau urusannya sudah ngomongin aib orang yang tidak berhubungan atau merugikan saya sama sekali.
“Eh, si X hamil di luar nikah ya?” >> nih opening ghibah begini nih.
“Eh, si Y kan selingkuhannya boss Z.”
Udah deh, mending jawab aja NGGAK TAHU.
Sekian dari saya, semoga ke depannya kita semua bisa jauh lebih berhati-hati lagi ketika ikut menyebarkan suatu berita. Jangan sampai lohhh, kita dilabelin orang yang NGGAK BISA DIPERCAYA ketika membagikan suatu kebenaran. []
Bks, 19 Mei 2016
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.