Oleh: Savitry ‘Icha’ Khairunnisa
DALAM beberapa hari terakhir suasana di rumah kami sedikit mendung, bagaikan senada seirama dengan nuansa awan Haugesund yang hampir selalu tersaput awan. Abu-abu, sendu, mendayu.
Dan siang ini mendung itu berubah menjadi hujan. Kami sekeluarga sedih, kehilangan yang sangat. Andai ada kendara yang bisa melesatkan kami saat ini juga. Andai jarak ribuan kilometer ini bisa dipendekkan sedekat Surabaya – Sumenep.
Tapi tak baik berandai-andai. Allah sudah menentukan takdir kita semua bahkan jauh sebelum nutfah kita terbentuk.
Inna lillaahi wa inna ilayhi rooji’uun…
Segala yang berasal dari-Nya akan kembali pula pada-Nya.
Dan setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Itu suatu hal yang mutlak diyakini.
Dia, lelaki jangkung yang berangsur bungkuk dan mengecil.
Dia, lelaki murah senyum dan selalu aktif bergerak, bahkan meski ia dibatasi oleh kursi roda menjelang akhir hidupnya.
Dia, muslim taat yang tak pernah meninggalkan puasa wajib dan sunah, bahkan ketika kami yang muda-muda bergembira menikmati makanan buatan Mbah Putri di bulan Syawal.
Dia, yang selalu terbangun tengah malam untuk mendirikan qiyyamul layl. Tanpa pernah absen.
Dia, yang selalu menanyakan kabar kami, anak, cucu dan cicitnya.
Dia, yang masih mampu mengingat bahwa aku adalah istri dari sekian banyak cucunya. Padahal kami hanya bertemu setahun sekali.
Padahal tempat tinggal kami berjarak khatulistiwa ke kutub. Ingatannya memang masih kuat, hanya pendengarannya saja yang jauh berkurang dimakan usia.
Dia, pedagang, nelayan dan pemilik kebun yang tangguh dan murah hati.
Lebaran nanti sungguh akan berbeda tanpa kehadirannya.
Allah Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Mbah H. Adra’i Makbul, kakek dari suamiku, dipanggil-Nya siang tadi dalam keadaan tenang setelah masa kritis beberapa hari ini.
95 tahun adalah waktu yang sangat panjang untuk ukuran manusia zaman sekarang. In syaa Allah umurnya barokah. In syaa Allah dia khusnul khotimah, aamiin…
Besok pagi WIB, sesuai wasiat, dia akan dimakamkan satu lubang dengan almarhumah Mbah Siti, istrinya yang pergi mendahuluinya puluhan tahun silam.
Semoga Allah melapangkan dan menerangi kubur keduanya.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu’anhu. Allahumma aamiin…
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas,” (HR. Ibnu Majah).
Al-Fatihah untuk almarhum Mbah tercinta… []