Oleh: Ernydar Irfan
KEMATIAN akan memberikan pelajaran. Bagi siapa yang mau mengambilnya.
Kemarin, kabar duka datang dari kerabat. Setengah hari berada di tengah keluarga yang dirundung duka, begitu banyak pelajaran yang bisa kuambil di sana.
Beliau (Rahimahullah) istri salah satu mantan petinggi salah satu instansi. Tampilannya yang sederhana dan sikapnya yang bersahaja, masih begitu terasa khas di hari terakhir hayatnya.
Bagaimana tidak, di usianya yang di ujung senja ketika kematian telah menjemputnya, berbondong-bondonglah sahabat-sahabatnya datang untuk mendoakannya. Mereka dari berbagai kalangan datang silih berganti, sosok kesederhanaannya terdengar begitu dicintai sahabat-sahabatnya.
BACA JUGA: Saat Setan Berusaha Sesatkan Manusia di Ujung Kematian
Adakah kelak kumiliki sahabat yang mencintaiku, yang dengan tulus ikhlas hingga akhir hayatku. Adakah teladan baik yang akan didengar anak-anakku untuk menjadi tuntunan mereka, yang akan menjadi hiburan penyenang hati ketika mereka berduka saat tubuhku terbujur kaku?
Atau mungkinkah ketika mereka yang kutinggalkan dirundung duka, tak banyak sahabat dan kerabat yang datang menghibur mereka, bahkan telepon maupun perpesanan ikut berduka pun tak mereka terima. Entahlah.
Ketika tubuhku terbujur kaku, tak satupun dapat kukatakan lagi, kulakukan lagi, akankah anak-anak dan keluargaku mampu mengurus jenazahku. Aku hendak menghadap Rabb ku, mempertanggungjawabkan segala yang kulalui.
Kupasrahkan pada mereka bagaimana mereka mengurus jenazahku, entah pengurusan jenazah sesuai syariat atau tidak, aku hanya terbujur kaku, diam tanpa mampu memberi tahu tolong baguskan jenazahku sesuai syariat, agar pantas ku menghadap Rabb ku.
Hari ini tubuhku belum kaku, masih diberi kesempatan memburu ilmu, untuk kusampaikan pada anak-anakku, agar mereka mampu mengurus jenazahku sesuai syariat yang dicontohkan Rasulullah sebagai tuntunan islam yang kaffah.
Ku berdiri persis di depan liang lahat ketika jenazah berbaju kaffan putih bersih itu diturunkan ke tanah. Ketika ikatan kepala dibuka dan wajah diposisikan mencium tanah. Ketika aku yang ada di posisi itu, maka tak lagi baju satu lemari itu bisa kupilih untuk kukenakan di dalam kubur, perhiasan-perhiasan itu, tas aneka bentuk, alas kaki berbagai merk.
Parfum mahalku, yang kukenakan kelak hanya baju yang sama dengan semua jenazah, tak ada lagi kebanggaanku yang selalu terlihat cantik menawan dan mewangi, mungkin malah baju, perhiasan, tas, alas kakiku dulu bukan membanggakanku, tapi menjadi beban hisabku.
Pasangan hidupku, yang begitu mencintaiku, memanjakanku, membuatku terbuai dalam cintanya, yang begitu takutnya aku jauh dan kehilangan dirinya, ketika kelak jenazahku turun ke tanah, jenazahku akan berbaring sendirian.
Lalu ditutup papan hingga terasa sempit, lalu pasangan hidupku tercinta keluar meninggalkanku sambil perlahan orang menurunkan tanah mengurungku di lubang sempit dan gelap.
Di ruang tanpa berbagai dekorasi mahal, tanpa dapur dan perlengkapan mahalnya, tanpa kamar dengan ac serta kasur empuknya, tempat tinggalku dengan design yang indah yang susah payah kubangun dan ku hiasi dengan biaya tidak sedikit, yang telah membuatku melalaikan akhiratku akhirnya kutinggalkan. Dan semua itu pun akan memperpanjang dan memperberat hisabku.
BACA JUGA: Kematian datang Kapan dan Di mana saja
Anak cantik/tampan, sukses dalam kehidupan yang begitu banggakan di hadapan semua orang, yang tak henti kucintai dan kulimpahkan kasih sayang, tak pernah kutinggalkan mereka agar selalu merasa dicinta, setelah jenazahku terkubur mereka meninggalkanku, akankah mereka akan selalu ingat mendoakan pengampunan untukku? Memahami hakikat cinta sesungguhnya adalah dekapan doa walau telah tiada?
Tinggal aku sendiri dalam lubang gelap dan sepi, hanya berharap amalanku yang sedikit bisa menolongku, ilmu setitik yang kubagi bisa meringankanku, Anak yang shalih bisa menyelamatkanku.
Jika aku harus menjadi jenazah 1 tahun lagi, atau mungkin 1 bulan lagi, atau mungkin 1 minggu lagi, atau 1 hari lagi, 1 jam lagi atau 1 menit lagi, atau bahkan 1 detik lagi, siapkah aku? []