Oleh: Muhammad Daud Farma, ulviyeturk94@gmail.com
SESEKALI berbicara tentang tema yang sedang banyak diperbincangkan orang banyak, yaitu: الزواج atau Married, nama akrabnya adalah “Kawin” Kata orang Kuta Cane, suku Daerah saya sendiri.
Persoalan menikah memang tidak pernah pudar dalam pembicaraan, selalu saja nge-trand. Tema menikah sedang memanas di era global dan mengelobal. Mengompori nikah muda sedang menjadi trending topik.
Ada orangtua yang mempersulit pernikahan anaknya, dengan alasan agar anaknya sukses dulu barulah menikah. Satu sisi itu adalah keputusan yang baik dari orangtua, namun di sisi lain hal itu sangat berdampak pada anak. Anak mengambil jalan pintas, ada yang kawin lari, ada yang kawin bersembunyi dan ada yang bunuh diri.
Bisa disebut mereka adalah orang yang tidak berbakti kepada kedua orangtua dan tidak sabar. Akibatnya celaka pada diri sendiri, andai saja mereka sedikit bersabar, pasti kebahagiaan akan menghampiri mereka, karena “As-Shabru miftaahul Faroj” (Kesabaran adalah kunci kebahagian). Patuh terhadap nasihat kedua orangtua adalah salah satu kunci untuk menggapai hidup bahagia. Jika kedua orangtua belum ridho, ya bersabarlah hingga mereka ridho, jangan dilangsungkan!
Kalau tetap dilangsungkan, maka besar kemungkinan rumah tangga pun tidak bahagia. Ridho-Nya Allah terletak pada Ridhonya kedua orangtua dan murka-Nya Allah juga ada pada murkanya kedua orangtua. Maka jika ingin menjadi rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah (Samawa), raihlah ridho mereka.
Ada juga orangtua yang mempermudah. Ketika anak minta ijin untuk menikah, orangtua pun mengijinkan anaknya agar segera menikah. Dengan alasan supaya anak tidak berbuat maksiat, agar anak tidak melampiaskan syahwatnya diluar nikah. Besar harapan kedua orangtua agar anaknya selesai dulu pendidikannya barulah menikah, namun apa boleh dikata? Anak sudah tidak sabar.
Yang sering terjadi ialah mempersulit pada mahar. Ternyata hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja, khusunya orang Aceh yang maharnya kemahalan. (Hehehe).
Fabaana di Mesir ini juga banyak mempersulit yang namanya “Mahar”.
“Ammu, enta mutagawwij wala lissah?” (Paman, kamu sudah menikah atau belum?).Tanyaku pada seorang bapak-bapak yang sudah lanjut usia saat duduk di teras masjid sambil menunggu adzan maghrib.
“Lissah ya ibnii!” (Belum nak!)
“Leih??” (Kenapa?). Tanyaku kaget seraya membuka mata lebar-lebar menatap ke arahnya. Orang Aceh Tenggara bilang “Memendilken mate”. Belum sempat ammu itu menjawab pertanyaanku, aku pun bertanya kembali.
“Kam ‘umrik” (Berapa umurmu?) Tanyaku kembali.
“Itnain wakhomsiin sanah” (Lima puluh dua tahun) Jawab beliau nyantai.
“Haaa?!! Itnain wakhomsiin?” Kagetku sembari “memendilken” mata untuk kedua kalinya.
Di akhir cerita, ammu itu pun menjelaskan bagaimana pernikahan yang ada di Mesir ini. Ternyata beliau belum menikah karena mahar yang mahal. Susah menikah bagi yang hidup pas-pasan. Modal untuk menikah ialah dua ratus ribu pounds. Paling sedikit seratus ribu pounds. Seribu pounds kalau dirupiahkan adalah sekitar dua juta rupiah, berarti kalau dua ratus ribu pounds, sebesar??. Melihat kehidupan di Mesir ini, untuk mendapatkan satu pound saja pun sangat susah, sehingga tidak jarang kita temui lelaki tua yang masih membujang.
Kemudian giliranku yang ditanya ammu…
“Enta kam ‘umrik ya ibnnii?” (Kamu umurmu berapa nak?).
“Wahid wa ‘isriin ya ammu” (Dua puluh satu tahun paman).
“Mutagawwij?” (Sudah menikah?)
“Lissah”. (Belum). Jawabku segera dan menjelaskan bagaimana yang ada di Indonesia.
Setelah kujelaskan, bahwa kalau dengan modal dua ratus ribu pounds itu adalah biaya yang sangat besar, dan kalau ammu ingin menikah dengan gadis Indonesia bisa untuk Mahar empat istri dan biaya hidup setahun. Paparku.
Kemudian beliau pun bilang..
” ‘Aiziin atagawwaj Indonesiah” (Kalau gitu, aku mau menikah dengan gadis orang Indonesia.).
“Hedehh!!?” Sahutku sambil “Memendilken” mata untuk kesekian kalinya.
Bersyukur menjadi orang pribumi Nusantara, khususnya Aceh Tenggara yang tidak terlalu mempersulit dalam urusan Mahar.
Di sana banyak anak muda yang ingin segera menikah, di sini sudah tua pake bangettttttt belum menikah. (Hihihi).
“Yassir Walaa tu’asir.” []