SAMBIL tertawa enteng, Yaya Toure berkata kepada Joleon Lescott. Waktu itu, Mei 2012, Lescott masih bermain untuk City. “Maaf, saya Muslim. Saya tidak minum alkohol!” Itu perkataan yang santai, sehingga orang yang menawarkan minuman keras kepada Yaya Toure sama sekali tidak tersinggung.
Itulah yang terjadi di kamar ganti klub sepakbola Liga Inggris Manchester City. Waktu itu, City menang 2-0 atas Newcastle United. Dengan pertandingan tersisa satu lagi, kans City untuk juara sangat besar. Tidak heran jika para pemain City merayakan kemenangan timnya itu.
Man of the Match
Gelandang asal Pantai Gading tersebut memborong dua gol ke gawang Newcastle, untuk membuka peluang Man City menjuarai Premier League musim tersebut. Ia pun didapuk sebagai “man of the Match”. Sebagaimana kebiasaan di Premier League, pemain yang menjadi bintang lapangan harus merayakannya dengan meminum sebotol sampanye yang disediakan panitia.
Dalam video yang beredar di YouTube, tampak Yaya diwawancarai bareng Lescott. Di akhir wawancara, Yaya diberi sebotol sampanye oleh panitia. Dengan sopan, Yaya Toure menolaknya. “Maaf! Saya tidak minum alkohol karena saya Muslim,” ujar Yaya Toure seraya tersenyum, dan menyerahkan botol sampanye itu ke rekannya, Lescott yang ada di sampingnya. “Bawa saja, bawa saja,” katanya seraya berlalu.
Bukan kali pertama Toure menolak pesta kemenangan dengan menenggak minuman keras. Ia kerap menghindari tradisi itu, seraya berusaha tidak menyinggung rekan-rekannya.
City Menghargai
Juru bicara Manchester City mengatakan pemberian sampanye adalah penghargaan yang didambakan setiap pemain. Namun katanya, klub bisa memahami jika ada individu yang menolak dengan alasan agama.
Yang bisa dilakukan klub, masih menurut juru bicara City, adalah menjamin setiap individu di ruang ganti klub tidak merasa tersinggung jika ada rekan mereka yang menolak pesta dengan alasan agama. Liga Inggris adalah kompetisi yang menampung pemain lebih dari 60 negara.
Saat masih di Barcelona, Yaya Toure adalah imam bagi dua rekannya; Eric Abidal dan Seydou Keita. Ketiganya memang beragama Islam dan selalu menyampatkan diri shalat berjamaah, dan Toure dianggap memiliki pengetahuan keagamaan yang lebih dibanding Abidal dan Keita.
Ketika Yaya Toure memutuskan pindah ke Manchester City, Abidal dan Keyta menjadi orang yang paling kehilangan. Dalam salah satu kesempatan wawancara dengan salah satu radio, Abidal sempat mengatakan. “Kami kehilangan imam.”
Kini, di awal kedatangan Josep Guardiola ke City sebagai pelatih, Yaya mulai tergerus. Namun ia tak tergantikan. []