Oleh: Muhammad Satria Andhika
TERKADANG kita lupa sebenarnya kita hidup untuk siapa. Jika kita hidup terlalu besar untuk anggapan baik ataupun tanggapan dari manusia, kita harus siap untuk lebih sering kecewa.
Jika kita benar hidup untuk Allah, mestinya kita tidak perlu terlalu khawatir pada apa kata manusia, selama diri kita pun benar paham bahwa yang diri kita lakukan memang benar-benar tidak menyalahi aturan-Nya.
BACA JUGA: Memperbaiki Akhlak, Bagaimana?
Percayalah, hidup yang terlalu pada cara pandang orang adalah cara termudah untuk mengikis kebahagiaan dan juga mengikis rasa ikhlas. Belajarlah untuk lebih arif menilai diri kita sendiri.
Satu lagi, banyak yang masih berfikir bahwa kebutuhan untuk menyatakan eksistensi dirinya, kemuliaan dirinya, harga dirinya, dan bahkan kehormatan dirinya adalah dengan mendapatkan pujian, perhatian, pengertian dan kasih sayang dari orang lain.
Jadi tidak aneh, saat tidak mendapat perhatian dari orang lain lantas galau, saat tidak dapat apresiasi dan saat tidak disapa orang lain kecewa dan tersinggung, saat merasa tersaingi dalam sisi apapun lantas dengki, saat prestasinya tidak dipuji orang lain lantas kecewa.
Ada kriteria diri kita yang nyangkut disana?
Kebayang kan bagaimana seseorang yang kebutuhan akan cinta dirinya saja belum bisa terpenuhi sendiri, lalu masih jungkir balik ‘mengemis’ sana sini, masih ‘megap-megap’ tidak mampu mencintai dan menghormati dirinya sendiri?
BACA JUGA: Isi Waktumu Untuk Memperbaiki Diri
Yuk pakai hati nya, kira kira kualitas hidup seperti apa yang kita lihat dari orang-orang yang Allah berikan kemuliaan.
Orang yang sudah mampu mencintai dirinya sendiri, tahu bahwa dirinya berharga. Bahkan diciptakan Allah dengan tujuan menjadi khalifah di muka bumi.
Tentunya tidak akan menggantungkan kebutuhan cinta dirinya kepada orang lain, bahkan ia sudah mampu memaksimalkan diri untuk selalu bermanfaat bagi orang lain, tanpa mempertanyakan dan mengharapkan apa balasannya. Dan tentunya dia hanya memahami bahwa kebermanfaatan dirinya adalah kembali untuk dirinya juga.
Konsekuensi logisnya ia akan mampu bersyukur disetiap keadaan. Yang utama baginya adalah menjadi baik dimata-Nya.
Ayooo mau ngotot jadi ‘pengemis cinta’ atau jadi ‘pemberi cinta’ sesuai visi Allah? []