DIALAH Zaid bin Harits, seorang sahabat Rasulullah yang termasuk orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Nama Zaid bin Harits adalah satu-satunya sahabat yang namanya tercantum dalam al-Qur’an, yakni dalam surat al-Ahzab.
Zaid dikenal rajin membaca al-Qur’an, shalat malam dan puasa. Semua orang mengenal Zaid sebagai sahabat yang ahli ibadah. Siang hari ia berpuasa dan malam hari ia perbanyak Shalat.
Di suatu malam ketika menghadapi perang Mu’tah Zaid mendapat giliran berjaga bersama shabatnya yaitu Hisyam bin Yahya. Hisyam meminta Zaid untuk tidur terlebih. Zaid pun tidur di sebelah Hisyam. Setelah tidur beberapa lama Zaid mengigau. Zaid berbicara dan tertawa-tawa, lalu tangannya bergerak seolah akan menyentuh sesuatu. Dalam ngigaunya tersebut zaid berkata, “semalam… semalam.” Kemudian Zaid bangun dan membaca takbir, tahmid dan tahlil.
BACA JUGA: Surga yang Dilupakan
“Zaid! ada apa denganmu?” tanya Hisyam.
“Aku baru saja bermimpi Hisyam, mimpi yang aneh.”
“Ceritakanlah padaku tentang mimpimu?”
Zaid pun mulai menceritakan mimpinya.
“Ikutlah dengan kami, wahai zaid!” kata dua orang yang berada dalam mimpinya.
Zaid menurut. Ia mengikuti ke mana dua orang itu melangkah. Mereka mengantar Zaid kepada tempat yang belum pernah Zaid temui. Tempat tersebut sangat indah.
Zaid bin Harits terpukau ketika dua orang tersebut berhenti di depan sebuah kamar. Pelan-pelan Zaid masuk. Diatas ranjang yang terbungkus kain sutra bersulam emas. Duduk seorang perempuan. Ia tersenyum kepada Zaid. Wajahnya cantik sangat cantik. Selama hidup Zaid belum pernah menemui wanita secantik itu.
“Di manakah aku?” tanya Zaid.
“Engkau berada di surga, wahai Zaid,” jawab wanita cantik itu.
“Lalu siapakah engkau?”
“Aku adalah istrimu, istrimu untuk selamanya. Sudah lama aku menunggumu di sini,” jawab wanita itu sembari tersenyum.
Zaid mendekat dan hendak menyentuhnya.
“Jangan dulu, wahai Zaid. Sekarang belum saatnya. Engkau harus kembali ke dunia. Insyaallah tiga malam lagi kita akan berbuka bersama,” sergah wanita itu.
“Semalam, semalam saja, jangan tiga malam,” kata Zaid.
“Semua sudah ditentukan, wahai Zaid.”
Itulah isi mimpi Zaid, ia melarang Hisyam menceritakan mimpinya tersebut kecuali Zaid telah syahid.
BACA JUGA: Amr bin al-Jamuh, Lelaki Pincang yang Dihadiahi Surga
Tiga hari menjelang, Zaid berperang dan dalam keadaan puasa sekalipun ia berada di medan perang. Zaid terkepung musuh, Hisyam yang melihatnya dari kejauhan tidak mampu berbuat banyak karena Hisyam sendiri pun tengah menghadapi musuh.
Menjelang matahari tenggelam seorang musuh berhasil melesatkan anak panah dan tepat mengenai tenggorokan Zaid. Zaid pun jatuh tersungkur. Hisyam berlari dari kerumunan musuh dan mendekati Zaid seraya berkata, “Selamat atas buka puasamu hari ini di surga, sahabatku,” kata Hisyam dengan derai air mata.
Mimpi Zaid dengan bidadari tersebut menjadi sesuatu yang nyata. Semua itu tidak lain karena ketaatan Zaid kepada Allah dan Rasul-Nya. []
Sumber: 77 Cahaya Cinta di Madinah/ Penulis: Ummu Rumaisha/Penerbit: Al-Qudwah Publishing/ Februari, 2015