ADA dua kewajiban khusus yang harus ditunaikan setiap muslim pada bulan Ramadhan. Pertama puasa wajib. Kedua, membayar zakat fitrah.
Kewajiban membayar zakat fitrtah ini berlaku bagi setiap individu yang tidak termasuk dalam kategori penerima zakat.
Hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra.menyebut, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang dewasa dari kalangan umat Islam.” (HR. Al-Bukhari no. 1503 dan Muslim no. 984)
Kendati kewajiban itu dibebankan kepada masing-masing individu, ada anggapan yang berkembang bahwa zakat fitrah seseorang itu bisa ditanggung oleh orang lain, seperti zakat fitrah anak ditanggung orang tuanya ataupun zakat fitrah istri ditanggung oleh suami.
BACA JUGA: 5 Keunggulan Zakat Fitrah Langsung Diserahkan pada Mustahik
Bagaimana ulama empat mazhab memandang hal ini? Benarkah zakat fitrah istri itu wajib ditanggung suami? Para ulama berbeda pendapat apakah seseorang harus mengeluarkan zakat fitrah kepada orang yang menjadi tanggungan nafkah baginya, dalam hal ini suami terhadap istri. Pendaat para ulama terbagi menjadi dua.
Zakat Fitrah Istri Ditanggung Suami, Pendapat pertama:
Zakat fitrah diwajibkan kepada seseorang, baik untuk dirinya maupun kepada orang yang menjadi tanggungan nafkahnya, seperti istri, anak, dan dapat pula selain keduanya baik yang merupakan keluarga atau bukan keluarga.
Ini adalah madzhab Hanbali. Mereka berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh ad-Daruqutni dan al-Baihaqi, yakni dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَدَوْا صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَمَّنْ تَمُوْنُوْنَ
“Keluarkan zakat fitrah terhadap orang yang menjadi tanggungan anda semua.” Akan tetapi, hadits ini lemah, dilemahkan oleh ad-Daruqutni, al-Baihaqi, an-Nawawi, Ibnu Hajar, dan lainnya. Silakan lihat kitab Al-Majmu’, 6/113 dan Talkhis al-Habir, 2/771.
Para ulama al-Lajnah ad-Daimah lil Ifta’ memilih pendapat ini. Mereka ditanya, “Apakah seorang suami diharuskan membayar zakat fitrah istrinya atau tidak apabila mereka sedang berselisih dengan keras?”
Mereka menjawab, “Zakat fitrah diwajibkan kepada seseorang untuk dirinya sendiri dan setiap orang yang menjadi kewajiban tanggungan nafkahnya, semisal istri karena wajib bagi suami untuk memberi nafkah kepadanya.” (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah lil Ifta, 9/367)
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah juga berpendapat demikian, sebagaimana terdapat dalam al-Majmu‘ al-Fatawa, 14/197. Sedangkan dalam madzhab Syafi’i, seorang suami wajib membayarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri dan juga ia punya kewajiban menanggung yang lainnya.
Imam Nawawi menyebutkan bahwa ada tiga golongan yang ditanggung zakat fitrahnya: (1) karena sebab kepemilikan budak, (2) karena sebab pernikahan, (3) karena sebab hubungan kerabat. Tiga golongan di atas yang wajib ditanggung nafkahnya, maka wajib membayarkan zakat fitrah untuknya. (Al Majmu’, 6: 45)
Berarti seorang budak ditanggung zakatnya oleh tuannya. Istri ditanggung zakatnya oleh suami. Sedangkan untuk anggota keluarga jika ditanggung nafkahnya, maka bisa ditanggung zakatnya.
Asy Syairozi berkata, “Siapa yang wajib bayar zakat fitrah, maka ia wajib membayar zakat fitrah untuk orang yang ia tanggung nafkahnya jika mereka adalah musim dan ia mempunyai kelebihan makanan. Ia hendaklah membayarkan zakat fitrah untuk ayah dan ibunya, begitu pula untuk kakek dan neneknya seterusnya ke atas.
Begitu pula ia hendaklah membayar zakat fitrah untuk anak dan cucunya seterusnya ke bawah. Menanggung zakat fitrah untuk ayah dan ibunya serta untuk kakek dan neneknya seterusnya ke atas namun dengan syarat mereka memang ditanggung nafkahnya.” (Al Majmu’, 6: 44)
Jika orang tua masih bisa mandiri tanpa tanggungan dari anak, maka orang tua menunaikan zakatnya sendiri.
Zakat Fitrah Istri Ditanggung Suami, Pendapat kedua:
Suami tidak diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah untuk orang lain. Dan ini adalah mazhab Hanafi. Mereka berdalil dengan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِين
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang dewasa dari kalangan umat Islam.” (HR. Al-Bukhari no. 1503 dan Muslim no. 984)
BACA JUGA: 5 Keunggulan Zakat Fitrah Langsung Diserahkan pada Mustahik
Dalam hadits ditetapkan bahwa zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap muslim.
Pada asalnya, setiap perintah berlaku bagi seseorang secara mandiri/personal. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitab asy-Syarh al-Mumti, 6/154: “Pendapat yang terkuat adalah bahwa zakat fitrah itu diwajibkan pada setiap orang secara personal atau mandiri maka istri diwajibkan zakat untuk dirinya sendiri. Suami juga diwajibkan untuk dirinya pula. Seseorang tidak diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah kepada orang yang menjadi tanggungannya, baik istri maupun kerabat karena asal sebuah kewajiban itu diwajibkan kepada diri sendiri, bukan kepada orang lain.”
[] SUMBER: RUMAYSHO | MUSLIMAH.OR.ID