KETIKA Rasulullah saw., ingin membawa sahabatnya pada sikap zuhud, beliau telah memberikan panduan bagaimana orang-orang beriman menyikapi kehidupannya di dunia. Rasul saw. bersabda:” Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau musafir.” (HR Bukhari).
Selanjutnya Rasulullah saw. mencontohkan langsung pada sahabat dan umatnya bagaimana hidup di dunia. Beliau adalah orang yang paling rajin bekerja dan beramal shalih, dan paling semangat dalam ibadah. Tetapi pada saat yang sama beliau tidak mengambil hasil dari semua jerih payahnya di dunia berupa harta dan kenikmatan dunia.
BACA JUGA: 4 Rahasia Zuhud Hasan Basri
Kehidupan Rasulullah saw. sangat sederhana dan bersahaja dan beliau lebih mementingkan kebahagiaan hidup di akhirat dan keridho’an Allah SWT. Ibnu Mas’ud ra. melihat Rasulullah saw. tidur diatas kain tikar yang lusuh sehingga membekas di pipinya, kemudian berkata: ”Wahai Rasulullah saw. bagaimana kalau aku ambilkan untukmu kasur?”
Maka Rasulullah saw. menjawab: ”Untuk apa dunia itu? Hubunganku dengan dunia seperti pengendara yang mampir sejenak di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya.” (HR At-Tirmidzi)
Sedangkan para ulama lebih memperjelas lagi makna dan hakikat zuhud. Secara syar’i zuhud bermakna mengambil sesuatu yang halal hanya sebatas keperluan. Abu Idris Al-Khaulani berkata: ”Zuhud terhadap dunia bukanlah mengharamkan yang halal dan membuang semua harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah lebih menyakini apa yang ada di sisi Allah ketimbang apa yang ada di tangan kita. Dan jika kita ditimpa musibah maka kita sangat berharap untuk mendapatkan pahala. Bahkan ketika musibah itu masih bersama kita, kitapun berharap bisa menambah dan menyimpan pahalanya.”
BACA JUGA: Gubernur Zuhud Itu Menjadi Kuli di Pasar
Ibnu Khafif berkata: ”Zuhud adalah menghindari dunia tanpa terpaksa.”
Ibnu Taimiyah ra berkata: ”Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat di akhirat nanti, sedangkan wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang ditakuti bahayanya di akhirat nanti.” []
SUMBER: JALANSIRAH